Sejak tahun 1998 bangsa Indonesia memasuki masa reformasi dengan berakhirnya rezim Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Memasuki era ini, Indonesia mengalami kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan masyarakat yang dapat membahayakan bahkan menghancurkan persatuan, masa depan, dan keselamatan bangsa Indonesia. Keadaban politik merupakan hal utama yang menyebabkan keadaan Indonesia makin memburuk. Berbagai masalah yang timbul di bidang ekonomi, agama, hukum, kebudayaan, pendidikan, dsb, merupakan akibat dari hancurnya keadaan polotik itu. Bisa dilihat bahwa para pemimpin Negara kehilangan cita rasa yang baik dalam berpolitik, politik dilihat sebagai sarana untuk mencapai kekuasaan baik pribadi maupun kelompok bahkan hal ini menjadi tujuan utama, dan rakyat menjadi sarana untuk mendapatkan dan untuk mempertahankan kepentingan kekuasaan tersebut. Akibat lebih lanjut bahwa, agama kemudian menjadi rentan terhadap kekerasan, symbol-simbol agama pun dijadikan sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik dan kecenderungan membangun sekat-sekat menjadi semakin nyata hingga saat ini. Goyangnya Indonesia akan perdamaian pada masa reformasi tak lain karena para pemegang tahta dan pemilik kuasa yang mengharamkan segala cara untuk tetap eksis. Masyarakat menjadi sarana dalam artian bahwa dijadikan sebagai permainan untuk kepuasan dan kesenangan pemainnya. Dalam konteks Indonesia, kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap system politik dan kondisi sosial yang ada memicu munculnya kelompok-kelompok yang menghendaki adanya transformasi masyarakat secara total, komplit dan radikal, dan berbagai masalah seperti, korupsi, kemiskinan, pengangguran degradasi lingkungan yang melahirkan frustasi di kalangan masyarakat. Akhirnya sebagian organisasi radikal menganggap bahwa system pemerintahan yang menganut demokrasi ternyata belum mampu mensejahterakan rakyat.
Hingga kini, Indonesia belum juga berdamai dengan masalah yang selalu mengacam kesatuan Negara. Politik kotor masih saja di anut oleh sebagian orang bernaung di dalam ranah pemeritahan. Hal ini menyebabkan marak kemunculan politik Identitas yang ingin memisahkan diri dari Indonesia ataupun yang ingin menyurakan kepentingan pribadi maupun kelompok. Tidak selesai pada politik identitas, muncul juga gerakan radikal yang mengatasnamakan agama yakni umat radikal yang berbaju Islam di Indonesia. Gerakan ini yang kemudian lebih memperburuk keadaan kesatuan Indonesia hingga sekarang. Mereka anti-demokrasi dan anti-Pluralisme. Faksi atau gerakan radikal tersebut antara lain MMI (Majelis Muhajirin Indonnesia) FPI (Front Pembela Islam), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Secara historis, kemunculan Islam di Indonesia sangat damai dan toleran, namun sangat di sayangkan, dengan keadaban politik, perkembangan zaman dan tuntutan stratifikasi sosial di tengah masyarakat Indonesia, maka muncul juga sekte-sekte dan aliran-aliran yang mengatasnamakan islam. Tujuan gerakan Islam radikal ini yakni memperjuangkan syari’at Islam bahkan ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam.
Radikalisme Islam merupakan sebuah proses politik yang mengancam Negara maupun dunia sebagai sebuah gerakan politik keagamaan. Kesatuan Negara terancam dengan tujuan dan gagasan baru yang ingin di capai oleh kelompok radikal ini. Proses dalam mencapai keinginan pun terkadang dilakukan dengan anarkis dan kekerasan yang sangat meresahkan. Hoaks yang di sebarkan juga merupakan ancaman yang besar bagi masyarakat awam yang kurang bijak dalam menyikapi segala sesuatu. Mahmud MD mengatakan bahwa, radikalisme di Indonesia terwujud dalam tiga tindakan nyata; pertama, yakni ujaran kebencian, yang selalu menganggab orang lain yang berbeda harus di lawan dan di salahkan. Yang kedua, jihad teroris atau jihat yang salah dan biasanya berisi aksi-aksi pembunuhan orang lain, baik menggunakan bom bunuh diri , atau pun lainnya. Yang ketiga, memengaruhi kaum muda atau kalangan milenial dengan paham-paham radikal. Bisa dilihat bahwa peluang untuk bisa mencapai tujuan yang di inginkan oleh kelompok radikal sangat terbuka lebar dan bahkan berpeluang untuk mencapai kemenangan. Ancaman kelompok radikal ini sudah ada sejak lama, namun bangsa Indonesia sejauh ini mampu membuktikan bahwa kelompok-kelompok ini bukanlah penghalang dalam mempertahankan kesatuan pancasila. Berbagai pandangan bahwa Indonesia tidak lagi bersatu, namun selagi Pancasila menjadi dasar dan tujuan, maka kesatuan akan terus tercipta.
Negara memiliki kesejarahannya sendiri, ia berkembang dari waktu ke waktu. Bisa di pahami bahwa dalam proses berkembangnya, suatu Negara tentu menghadapi tantangan yang mengancam, dan dalam hal ini, Negara Indonesia dalam proses perkembangnya diancam oleh kelompok radikal yang ingin memecahbelah kesatuan Indonesia. Ingin mengubah pancasila, menerapkan system Khilafah, menjadikan Indonesia Negara Islam dsb. Berbagai cara di tempuh untuk memperjuangkan apa yang menjadi keinginan mereka. Bahkan tercatat dalam AD/ART FPI tentang penerapan syari’at Islam di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa, kelompok ini tidak sejalan dengan Pancasila.
Lalu bagaimana respon pemerintah? Pemerintah tidak melakukan hal yang nyata untuk memberantas hal tersebut. Pemerintah hanya melakukan penangkapan dan penyergapan kepada anggota-anggota yang berada di level terendah, tetapi belum memiliki ketahanan untuk menghilangkan kasus radikal sampai pada terorisme dengan menghampiri ke akarnya. Bagaimana dengan kelompok “Taliban” di dalam KPK? Bagaimana dengan sikap mentri agama yang sekarang? Sekali pun tidak terlihat secara langsung campur tangan orang elit di dalamnya, namun roda tidak mungkin berputar jika tidak ada yang mengayun! Kelompok radikalisme dengan tujuannya, akan susah untuk di hilangkan dan di musnahkan, mengingat kelompok dan “pemerintah” saling membutuhkan. Lalu bagaimana masa depan bangsa Indonesia yang terus berhadapan dengan radikalisme?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar